Hikayat Fir

Senin, Juli 14, 2008

sabang, oh..sabang

Anda mungkin sudah pernah ke Bali dan sudah berkali-kali ke Pattaya?, atau daerah-daerah lain yang indah pemandangan alamnya diseluruh dunia.

Tapi anda belum pernah menginjakkan kaki ke Pulau Weh dengan ibukota sabang. Artinya, petualangan anda belum lengkap untuk seorang
travelling..Mengapa? sebab, sabang yang luasnya 150 km terdiri dari sejumlah pulau yang kondisinya membuat mulut berdecak kagum saking strategisnya sebuah pulau cantik sabang, keindahan alamnya menarik hati memandang, mengagumkan!!
Dilihat dari sudut mana saja kawasan sabang menakjubkan, fantastik, terutama objek-objek wisatanya, eksotik. ini bukan penilaian yang dilebih-lebihkan oleh orang lokal, baik aceh maupun sabang, tetapi penilaian jujur dari wisatawan yang tidak memiliki kepentingan apa-apa, tanpa inved interest. Salah, bagi anda yang hobby traveller tidak memiliki agenda untuk berkunjung ke kawasan paling barat indonesia, sabang.
Yang mengherankan
hikayat fir juga, dengan potensi wisata alam seperti itu ternyata sabang belum menarik minat investor, jangankan menarik minat investor dunia internasional, seperti halnya Bali dan Lombok, perhatian pemerintah pusat saja belum terlihat nyata di sabang. kawasan sabang ibarat anak tiri yang terus ditelantarkan ataupun anak tiri yang kurang diperhatikan masa depannya sehingga bukannya tambah berkembang menjadi daerah wisata melainkan mundur kebelakang secara perlahan. Ini menyakitkan, terbukti, jumlah penduduk sabang pernah mencapai 40 ribu lebih sewaktu diberlakukannya pelabuhan bebas sabang hingga akhir 1985, namun kini hanya berjumlah 31 ribu jiwa saja, setelah pemerintah pusat mencabut status perubahan dan perdagangan bebas, walaupun kini (tahun 2000) status tersebut kembali diberikan kepada sabang sebagai daerah pelabuhan dan perdagangan bebas. Sabang tetap sepi dari aktivitas, termasuk bongkar-muat dipelabuhannya, hanya dipusat-pusat pasar tradisional yang terihat ramai pada sore hari menjelang malam.
Mengapa pelabuhan dan perdagangan bebas tidak bisa maju seperti tahun 1985? menurut
hikayat fir, adalah sikap mendua pemerintah pusat. seharusnya sikap pemerintah pusat mendorong kemajuan sabang, nyatanya baru sekedar sikap politis atau hanya sekedar memberi angin segar, iming-iming belaka, sehingga kemajuan sabang hingga saat ini belum terlihat nyata.
Sabang menurut undang-undang no 37 tahun 2000 ditetapkan sebagai kawasan pelabuhan bebas dan pusat perdagangan bebas (free trade zone), namun fakta dilapangan, UU tersebut tidak berjalan karena terbentur belum dikeluarkannya peraturan pelaksana (PP) sebagai landasan operasional yang dapat mengelimir adanya multi-persepsi terhadap substansi UU tersebut. Wajar saja kalau jajaran pemko sabang tidak mampu berbuat banyak, bahkan terkesan frustasi dengan sikap mendua pemerintah pusat yang setengah hati dalam menerapkan ketentuan pelabuhan dan perdagangan bebasnya. hal yang sama juga terlihat di jajaran pemprov aceh, tidak banyak yang dapat mereka lakukan dengan sikap cuek pusat.
Keprihatinan masyarakat sabang terlihat jelas dimana-mana. Tidak benar masyarakat sabang kaya-kaya, karena di rumahnya terdapat dua sampai empat mobil eks singapura. bahkan hanya sedikit mobil-mobil eks singapura yang bersileweran di jalan raya. Awalnya mobil bekas singapura cukup menjanjikan, karena harganya sangat murah, namun kuota mobil bekas ini dikurangi, bahkan dihentikan, sehingga harganyapun otomatis menjadi mahal. sudah begitu, pengurusan surat-surat untuk dimutasikan keluar sabang sangat mahal, lebih dari 100% dari harga belinya di sabang, sehingga tidak banyak lagi kolektor mobil mewah yang memeburu jaguar, mercedes, audi, BMW dan lai-lain ke sabang. Show room mobil bekas singapura di sabang terlihat sepi, deretan mobil mewah dibiarkan saja di halaman, banyak yang sudak berkarat akibat terkena langsung panas maupun hujan tanpa pelindung.
Beberapa tahun belakangan ini, sabang dikenal dengan mobil bekasnya, mobil antik dari keluaran lama sampai mobil teranyar dapat dijumpai di sabang, dan di jual dengan harga murah, seperti jenis jaguar keluaran tahun 2000 an hanya dipatok harga Rp.120 jt. namun kini izin memasukkan mobil bekas sudah dibatasi kalau tidak mau dikatakan di berhentikan. Sehingga kondisi kota yang dikenal juga denga Nol Kilometer tetap memprihatinkan. Mimpi masyarakat sabang dengan pelabuhan bebasnya pada kenyataannya hanya membuahkan rasa kecewa.
Seperti halnya masayarakat banda aceh yang sangat terkantung pasokan kebutuhan dari medan, masyarakat sabangpun setali tiga uang. Mereka sangat bergantung dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Sampai-sampai air mineralpun dipasik dari medan, sehinnga hal itu menimbulkan konsekuensi: masyarakat sabang yang berpenduduk 31 rb jiwa menjadi mati suri karena tidak banyak yang bisa dilakukan dengan kondisi sekarang. Biaya hidup menjadi tinggi dikawasan ini. Pelabuhan bebas hanya nama saja, faktanya tidak tidak ada yang bisa dimasukkan lewat pelabuhan ini, kalaupun dimasukkan juga, prosesnya berliku, harus perang urat leher dengan instansi terkait dipelabuhan.. Pihak terkait selalu berbeda persepsi dalam menjabarkan peraturan pusat dengan yang di inginkan daerah. Akhirnya masyarakat menjadi korban janji-janji belaka.
Apatis dengan kenyataan pahit dan melihat sikap dan kesungguhan pemerintah pusat yang mereka nilai ambivalen, bercabang dua: antara keinginan membantu dan menghidupkan perekonomian masyarakat aceh pada umumnya, serta mengangkat kesejahteraan rakyat sabang, dengan fakta dilapangan pusat tetap kukuh menjalankan kebijakan yang berorientasi bisnis. Tak serius memberikan status sabang sebagai pelabuhan dan perdagangan bebas , terbukti masih belum tidak jelasnya tindak lanjut PP yang mengatur UU No.37/2000, maka harapan masyarakat sabangpun kandas ditengah jalan. Pusat tidak mau memberikan keistimewaan apa-apa pada aceh dengan sabangnya sehingga kelebihan-kelebihan sabang menjadi terabaikan. Itulah kenyataan pada saat ini.
Sabang, oh sabang!!



6 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda